Pulang Kampung Saat New Normal
Tidak mau menggelandang di Ibukota, aku memutuskan pulang kampung setelah resign. Eh, pulang kampung atau mudik nih? Wkwkw. Yang jelas aku pulang ke Jogja sampai waktu yang belum ditentukan. Pengalaman pulang kampung di era pandemi ini jadi sebuah hal unik tersendiri. Peraturan pemerintah yang sangat dinamis terkait moda transportasi membuat kita harus punya persiapan ekstra sebelum pulang.
Mau naik apa?
Pemilihan moda transportasi ini berpengaruh banget di masa kayak gini. Terutama yang memilih naik transportasi umum. Meski sudah new normal, tetap saja banyak peraturan yang harus dipenuhi. Kalau kalian mau pulang pakai kendaraan pribadi, setau aku sih bisa langsung pulang aja. Nah, kali ini aku memutuskan naik pesawat. Sebenernya banyak pertimbangan sebelum memutuskan naik pesawat. Positifnya tentu waktu tempuh jadi lebih singkat. Aku males sekali naik kereta karena Jakarta-Jogja itu bisa 8 jam perjalanan. Cuma sayang banget, hampir semua penerbangan ke adisucipto (JOG) dialihkan ke YIA di Kulonprogo. Jauh banget itu, kalau di peta ada diujung Jogja!
Siapkan Dokumen
Selain tiket dan identitas pribadi, perlu diperhatikan juga dokumen lain. Secara umum, pihak dishub hanya butuh hasil rapid test atau PCR yang masih berlaku, serta mengisi form eHAC lewat aplikasi yang bisa diunduh di playstore atau app store. Namun, ternyata syarat-syarat itu tergantung kebijakan dari mana dan kemana kamu pergi. Syarat tambahan seperti ini biasanya kebijakan pemda masing-masing. Contoh, pemprov DKI mensyaratkan adanya SIKM, tujuan padang mensyaatkan pengantar dari RT, dsb. Berhubung Aku pulang dari wilayah Jakarta mestinya aku butuh SIKM dong, tapi rupanya nggak perlu.
Butuh SIKM kah?
Surat Izin Keluar Masuk Jakarta itu ribet banget dah. Multi tafsir sekali kalau baca peraturannya. Simpelnya sepemahamanku gini: orang non-Jabodetabek, kalau keluar masuk Jakakarta, harus ada SIKM. Di sisi lain, orang yang bisa membuat SIKM adalah yang bekerja di 11 sektor dari list yang ada di peraturan, atau orang dalam kegawat daruratan/ situasi genting. Contoh kasus nyata: aku kost di Depok, kerja di Jakarta Timur. Setiap hari melewari check point di perbatasan Jakarta. Aku harus bisa menunjukkan SIKM karena aku keluar masuk Jakarta dan aku bukan warga Jabodetabek. Tapi pernah aku dicegat sekali nggak bisa nunjukkin SIKM, cukup tunjukkan keterangan dari kantor ternyata boleh lewat. Masalahnya jika aku naik kereta ke Jogja, dimana posisi stasiun keberangkatan ada di dalam Jakarta, otomatis aku akan butuh SIKM karena keluar provinsi DKI dan aku bukan warga Jabodetabek. Aku coba konfirmasi via telpon ke layanan bantuan pemprov DKI, rupanya benar. Bahkan jika aku terbang lewat halim, yang mana berada di dalam Jakarta, aku juga butuh SIKM. Kata mbaknya sih, karena aku bukan warga Jabodetabek. Jadi aku butuh SIKM karena mau masuk wilayah Jakarta dari Depok untuk ke bandara. Mbaknya juga bilang, aku nggak perlu membuat SIKM jika dan hanya jika aku mengurus surat keterangan domisili Depok, agar aku diasumsikan sebagai warga Jabodetabek yang bebas keluar masuk Jakarta. Tapi masa iya, ngurus surat domisili padahal mau pergi meninggalkan Depok. Berarti untuk pergi ke Jogja, jika naik kereta dari stasiun di Jakarta dan jika naik pesawat dari halim, aku butuh SIKM. Masalahnya lagi, Aku baru aja resign jadi nggak akan bisa ngurus SIKM tanpa surat keterangan bekerja dari kantor kan. That is why, pilihanku cuma terbang lewat CGK.
Perlu diingat, pengecekan SIKM ini bukan oleh pihak Bandara tetapi dari pihak pemprov. Titik pengecekan SIKM ini aku nggak tau ya. Karena ternyata di Halim pun tidak ada pengecekan SIKM oleh pemprov. Aku mengasumsikan, titik pengecekan hanya ada di perbatasan-perbatasan tertentu aja. Atau bisa jadi memang sudah tidak ada pengecekan karena sudah memasuki New Normal sih. Cuma dengar-dengar di stasiun masih dilakukan pengecekan. Hmmm.
Rapid Test vs PCR
Salah satu syarat bisa terbang adalah punya hasil rapid test yang non reaktif atau hasil PCR negatif. Pilih mana, tergantung kesanggupanmu karena biaya PCR dan rapid test ini beda jauh. Jauh lebih murah rapid test, apalagi kalau pakai promo dari lion atau batik. Awalnya, masa berlaku rapid test hanya 3 hari, sedangkan PCR berlaku 14 hari. Sekarang, kedua hasil itu berlaku 14 hari. Jadi nggak perlu khawatir harus berkali-kali rapid test. Lebih baik test dulu atau beli tiket dulu? Kalau aku kemarin beli tiket dulu supaya dapat promo rapid test. Cuma ini harus siap-siap kalau hasilnya ternyata reaktif berati ya gagal terbang, alias tiket melayang. Aku sih kelewat pede karena merasa sudah disiplin menerapkan protocol kesehatan, jadi ya beli tiket dulu. Haha
Kondisi Bandara CGK
Sampai di bandara CGK, akan ada pemeriksaan hasil PCR atau rapid test serta identitas diri untuk diverifikasi petugas. Selanjutnya cetak boarding pass seperti biasa. Di sini kamu diminta menunjukkan hasil PCR atau rapid test yang telah diverifikasi tadi. Kondisi bandara CGK waktu itu lumayan ramai sih, beberapa kursi tunggu ditutup untuk memberi ruang physical distancing. Menurutku masih kurang ya, harusnya kan 2 meter jaraknya hehe. Di dalam pesawat apalagi! Duduknya tetep 3-3 nggak bisa jaga jarak sama sekali. Pakai masker jangan lupa.
Tiba di YIA
Setelah sampai di YIA, hal pertama yang berkesan adalah: Gila bagus banget bandaranya! Haha jiwa katrok dan nggumunanku bergejolak. Meski belum 100% jadi, tapi udah terlihat megah banget bandara ini. Sayang suara gamelannya kurang kenceng, kan biar ada vibes Jogja nya gitu wkwkw. Oiya, sebelum ke luar dari YIA kamu harus melewati pengecekan eHAC. Cukup antri dengan tertib, jangan ngerepoti bapak-bapak TNI POLRI ya, be discipline! Antriannya cepet kok, asalkan kamu udah ngisi eHAC lewat aplikasi. Antrinya pake kursi yang udah di atur jaraknya pula, udah gitu petugas-petugasnya ramah. Tidak ada alasan untuk bertindak bodoh dengan menyerobot antrian atau berkerumun. Cukup tunjukan barcode dari aplikasi eHAC dan identitas diri. Barcode itu di scan sama petugas verifikator yang ramah-ramah sekali nggih beda sekali dengan petugas verifikator di CGK hmm. Baru kalian bisa ke luar, ambil bagasi kalau ada.
Ngomongin kemegahan bandara YIA, Aku mau kasih tips transportasi dari YIA ke kota. Lebih baik naik DAMRI! Sebelum pintu keluar, ada banyak stall yang nawarin transportasi umum, travel, bus, taxi, bahkan ada stall nya grab dan gojek. Yang paling rame DAMRI, ternyata murah banget, promo cuma 6500 rupiah! Udah gitu tinggal tunggu di pintu keluar nggak perlu jualan jauh. Lain kalau kamu di jemput, parkir mobil itu jaraknya ada setengah kilo dari pintu keluar, naik turun pula! Kedepan, bandara ini bakal terintegasi dengan jalur kereta. Bahkan akan dilewati kereta Prameks! Seru banget ya.
Kalau sudah sampai rumah, jangan lupa melaporkan diri ke perangkat desa. Nanti pak RT atau pak Dukuh akan ngasih formulir yang perlu diisi gitu. Tapi ini tegantung daerah masing-masing ya. Disarankan juga untuk isolasi mandiri 14 hari. Ingat, kamu habis dari bandara dan naik pesawat yang resiko penyebaran virusnya lebih besar. Jangan lupa rapid test lagi juga, kalau aku sih disarankan dokter untuk rapid test lagi setelah 10 hari.
Comments
Post a Comment